Urgensi Al-Qur’an dalam Kehidupan Muslim(Refleksi Peringatan Nuzulul Qur’an)Oleh: Ustadz Muladi Mughni, Lc.
Pada malam hari di bulan ramadhan yang mulia ini, kita tengah memperingatimalam Nuzulul Quran. Di mana “mayoritas” ulama berpendapat bahwa saatditurunkannya wahyu pertama al-Quran yaitu terjadi pada bulan suciramadhan. Hal ini juga diperkuat dengan firman Allah swt dalam suratal-Qadr (1-5).
Sekalipun mayoritas ulama berpendapat turunnya al-Qur’an terjadi padabulan suci Ramadhan, namun hal ini tidak menyampingkan adanya perbedaanpendapat seputar tanggal atau waktu turunnya al-Qur’an tersebut. Ada diantara sahabat Nabi dan ulama yang meriwayatkan bahwa Nuzulul Qur’an terjadi pada tanggal 17 ramadhan, ada pula yang mengatakan 21, dan adapulayang berpendapat tanggal 23, 24 dan seterusnya. Kenapa terjadi perbedaandi antara para sahabat tentang persisnya tanggal Nuzulul Qur’an tersebut.Hal ini dapat dijawab, bahwa memang tidak ada keterangan resmi yang datangdari baginda rosulullah saw mengenai kapan tepatnya tanggal diturunkannya al-Qur’an tersebut. Sehingga semua perkataan dan pendapat yang sempatditulis oleh ulama adalah murni hasil ijtihad dan pendapat para sahabatbelaka. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menuliskan, bahwaterdapat kurang lebih 40 pendapat ulama seputar kapan Nuzulul Qur’antersebut.
Dalam sebuah riwayat, pernah dinyatakan bahwa baginda ralulallah sawhendak menyampaikan berita gembira tentang kapan kah tepatnya malam Nuzulul Qur’an atau Lailatul Qadr tersebut. Namun ketika beliau hendakmenyampaikan berita tadi, tiba-tiba terdapat dua orang sahabat yang tengahbertengkar sengit di dalam masjid Nabi, maka melihat kejadian tersebutmaka rasulullah enggan menyampaikan kabar berita tersebut, atau tepatnyakeinginan untuk menyampaikan itu tiba-tiba sirna ketika melihat kejadiantersebut.
Namun demikian, sesungguhnya dengan tidak jadinya rasulallah mengabarkanberita di atas, terdapat hikmah yang laur biasa bagi ummat seluruhnya;yaitu, agar kita senantiasa bersungguh-sungguh mencari kapan tepatnyamalam tersebut tiba. Dengan tidak adanya kabar yang pasti tentang malam Nuzulul Qur’an ini, seharusnya membuat kita tidak bermalas-malas dalammencari anugerah malam tersebut. Justru dikhawatirkan jika kita telahmengetahui pasti waktu malam Nuzulul Qur’an tersebut, malah kita hanya mengandalkan hari itu untuk beribadah kepada Allah, sementara padawaktu-waktu lainnya kita tinggalkan tanpa nilai ibadah sedikitpun. Tentuhal ini amat sangat bertolak belakang dengan semangat ramadhan yangmerupakan bulan yang tidak hanya menuntut keimanan kita, namun jugakeihlasan hati kita untuk beribadah selama satu bulan penuh, atau dalambahasa agamanya biasa kita kenal dengan istilah “al-iman wa al-ihtisab.”
Lalu bagaimana sejarahnya, kenapa kita dan khususnya masyarakat muslimIndonesiamemperingati Nuzulul Qur’an ini pada tanggal 17 ramadhan sepertisaat sekarang.? Ternyata jika kita membaca sejarah bangsa kita, peringatanNuzulul Qur’an yang jatuh pada tanggal 17 ramadhan ini tidak lepas darigagasan H. Agus salim dan persetujuan Bung Karno (Presiden RI pertama).Seperti yang kita maklum bahwa bangsa kita mendeklarasikan kemerdekaannyapada tanggal 17 Agustus 1945, Maka sebagai rasa syukur yang tiadaterhingga atas nikmat kemerdekaan ini pula, maka perayaan Nuzulul Qur’andisamakan tanggalnya yaitu sama-sama mengambil angka 17 bulan ramadhan.Seakan-akan para fouding fathers kita hendak mengatakan bahwa, mensyukurinikmat kemerdekaan, tidak kalah dengan mensyukuri nikmat turunnyaal-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman ummat Islam. Maka mulai saat itu-di zaman Bung Karno- sampai sekarang peringatan nuzulul Qur’an senantiasadiperingati di istana Negara pada tanggal 17 ramadhan dan kerap diikutioleh sebagian besar ummat muslim di Indonesia. Untuk lebih detailnyasilakan dilihat sebuah buku “Bung Karno dan Wacana Islam” (Kenangan 100Tahun Bung Karno)
Saudara-saudara sekalian yang dimuliakan oleh Allah swt.
Sebetulnya jika kita telusuri keterangan yang berasal dari Hadits nabiMuhammad, bulan suci ramadhan ini tidak hanya dikhususkan bagi turunnyaal-Qur’an saja. Namun juga bagi kitab-kitab ummat yang terdahulu, seperti,Injil, Taurat, Zabur dan Shuhuf Ibarahim, seluruhnya Allah turunkan dibulan suci ramadlan ini. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam AhmadRA:
“ Shuhuf Ibrahim diturunkan pada awal bulan ramadhan, kemudian Tauratpada tujuh bulan ramadlan, lalu Injil pada 13 ramadlan, sedangkanal-Qur’an pada 25 ramadlan.”
Sekalipun seluruh kitab-kita samawi itu sama-sama diturunkan pada bulansuci ramadhan, namun terdapat beberapa kelebihan al-Qur’an di bandingkitab-kitab yang lainnya. Paling tidak kelebihan tersebut dapat dilihatdalam beberapa hal:
1. Bahwa seluruh kitab-kitab samawi Allah turunkan secara sekaligus,sedangkan al-Qur’an Allah turunkan secara berangsur-angsur.2. Seruan atau petunjuk yang terdapat dalam kitab-kitab samawi terbataspada ummat saat kitab tersebut diturunkan, sedangkan al-Qur’an petunjukdan seruannya tidak terbatas pada saat al-Qur’an itu diturunkan, namunmencakup seluruh manusia sampai dengan hari kiamat, bahkan termasuk jugabangsa Jin.3. Seluruh kitab-kitab samawi tersebut mengalami pemalsuan, distorsi,bahkan hilang sama sekali dari muka dunia, sampai-sampai sekarang kitatidak dapat melihat wujud aslinya, sedangkan al-Qur’an terjaga dari segalabentuk pemalsuan dan penyelewengan seperti di atas.
Terdapat suatu riwayat menerangkan (baca: kitab Muwafaqat, Imam Syatibi,Kitab Maqasid. H. 42), kenapa kitab-kitab samawi mengalami penyelewenganatau pemalsuan sedangkan al-Qur’an terjaga dari semua hal itu. Makadijawab oleh Qadhi Abu Ishaq Ismail bin Ishaq, bahwa berkenaan dengankitab-kitab terdahulu kenapa sempat terjadi pemalsuan dan penyelewengan,hal itu karena Allah berfirman dalam al-Qur’an: “Sebagaimana Allahmemerintahkan mereka untuk menjaga Kitab Allah (Al-Maidah: 44). Ayat inimengandung pengertian bahwa, keutuhan dan keotentikan kitab suci mereka“murni” tergantung pada usaha mereka untuk menjaganya. Sedangkan padaal-Qur’an Allah tidak berkata demikian, akan tetapi “ Sesungguhnya Kamitelah turunkan al-Qur’an dan Kami pula yang akan menjaganya” (al-Hijr: 9).Artinya, keutuhan dan keotentikan Al-Qur’an tidak semata-mata murni usahamanusia atau umat muslim saja, namun juga terdapat interfensi Allah Swtatasnya. Maka sangat wajar, jika sesuatu yang dilandaskan pada kekuatanyang berasal dari Allah sendiri, akan berbeda dengan kekuatan yang hanyaberasal dari manusia saja.4. Kelebihan “surat” al-Quran atas “surat-surat” kitab terdahulu. Paraulama tafsir berkata: “Al Quran lebih unggul dari kitab-kitab samawilainnya sekalipun semuanya turun dari Allah, dengan beberapa hal,diantaranya: jumlah suratnya lebih banyak dari yang ada pada semuakitab-kitab yang lain. Telah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabikita Muhammad saw. diberi kekhususan dengan surat Al-Faatihah dan penutupsurat Al-Baqarah. Di dalam Musnad Ad Darimi disebutkan, dari Abdullah binMas’ud ra. ia berkata: “Sesungguhnya Assab’uthiwal (Tujuh surat panjangdalam Alquran; Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisaa,, Al-A’raaf, Al-An’aam,Al-Maa-idah dan Yunus) sama seperti taurat, Al-Mi’in (Surat-surat yangberisi kira-kira seratus ayat lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu’min dan lainsebagainya) sama seperti Zabur dan Al-Matsani (Surat-surat yang berisikurang dari seratus ayat. Seperti, Al-Anfaal, Al-Hijr dan lainsebagainya) sama dengan kitab Injil. Dan sisanya merupakan tambahan”.Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, dari Wasilah bin Al-Asqa, bahwaRasulullah saw. bersabda: “Telah diturunkan kepadaku Assab’uthiwal sebagaiganti yang ada pada Taurat. Diturunkan kepadaku Al Mi’in sebagai gantiyang ada pada Zabur. Diturunkan kepadaku Al Matsani sebagai ganti yang adapada Injil, dan aku diberi tambahan dengan Al Mufashshal (surat-suratpendek).Saudara-saudara sekalian yang dirahmati oleh Allah Swt.
Sebagaimana tema kita yaitu, apa urgensi al-Qur’an dalam Kehidupan Muslim.Namun sebelumnya perlu saya sampaikan bahwa sekalipun isi al-Quran banyakmenceritakan tentang kisah-kisah ummat terdahulu, akan tetapi al-Qur’anbukanlah kitab sejarah, atau sekalipun al-Qur’an sering menggambarkan alamkosmos beserta galaksinya, akan tetapi al-Quran tidak dapat kita sebutsebagai kitab astronomi. Atau sekalipun al-Quran sering mengupas tentangbentuk penciptaan manusia secara detail dan juga penciptaan alam raya ini,akan tetapi al-Quran bukanlah kitab pengetahuan Alam atau fisika.Melainkan yang tepat adalah al-Quran sebagai kitab hidayah atau petunjukbagi seluruh alam. Jadi sekiranya terdapat cerita atau gambaran tentanghal-hal yang bertalian dengan geografi, sejarah, fisika, kedokteran danlain-lain, hal tersebut hanyalah berfungsi sebagai bukti dan penjelasanuntuk mencapai kepada satu tujuan hidayah yang Allah maksud tadi. Makadari itu, terdapat beberapa syarat agar kita dapat menemukan hidayat yangdimaksud oleh Allah swt dalam kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an.
Yang pertama: Kita harus terlebih dahulu membaca al-Quran tersebut secaraseksama, hal ini sebagaimana pesan wahyu pertama dalam surat al-Alaq, yangberbunyi (Iqra’) atau bacalah.!
Yang kedua: Kita harus memahami isi dan kandungan yang terdapat dalamsurat dan ayat yang kita baca tadi. Hal ini disebabkan membaca saja tidakcukup untuk mengetahui rahasia kandungan dan maksud yang Allah maksuddalam al-Qur’an tersebut.
Yang ketiga: Setelah kita memahami isi dan kandungan al-Qur’an barulahkita mengajarkan kepada orang lain, agar orang lain pun dapat membaca danmemahami al-Quran secara baik. Sebagaimana hadits nabi yang diriwatkanoleh Usman bin Affan ra. dari Nabi saw. ia bersabda; “Sebaik-baik kalianadalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada oranglain”.(Bukhari) . Al hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman126-127 berkata: Maksud dari sabda Rasulullah saw. “Sebaik-baik kalianadalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada orang lain”adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti danmeneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri danmenyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yangterbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain.
Yang keempat: Mengamalkan ajaran dan kandungan yang terdapat dalamal-Qur’an. Pada tahap pengamalan inilah yang sangat berat, sebabpengetahuan yang didapat akan tidak berguna jika tidak dibarengi denganpengamalan dalam prilaku dan perangai kita setiap harinya.
Saudara-saudara sekalian yang dirahmati oleh Allah swt.
Dari keempat syarat ini barulah al-Qur’an akan dapat dirasakan manfaatnyaoleh kita semua, oleh sebab al-Quran merupakan kitab petunjuk/hidayah.Apalagi jika kita benturkan dengan kebutuhan hidup saat ini. Di manasetiap orang dengan segala kemajuan dan kecanggihan yang dicapai olehmanusia, justru malah mereka mencari suatu sistem nilai yang mereka anggapabsolut. Kita sebagai ummat Islam tentu tidak perlu lagi meragukan apalagimencari-cari sistem nilai lagi kecuali pada al-Qur’an itu sendiri. Perludicatat bahwa kemunduran ummat Islam bukan terletak pada inti ajaranal-Qur’an atau disebabkan ummat Islam setia pada ajaran al-Qur’annya,sehingga alam pikir dan daya kreatifitas mereka terhambat oleh al-Qur’an,akan tetapi justru dikarenakan faktor budaya dan ummat Islam malah sedikitdemi sedikit telah menjauhkan dari al-Qur’an.
Satu contoh, sangat ironis memang, di saat ajaran al-Quran menganjurkankepada ummatnya untuk membaca, namun kenyataannya Negara dan ummat yangterbesar buta hurufnya justru adalah ummat Islam. Dapat kita lihat pula,terkait dengan minat baca umat Islam Indonesia, dan orang Indonesiasecaraumum sangatlah lemah. Namun sebagai negara dengan penduduk beragama Islamterbesar di dunia, adalah ironis bahwa Muslim Indonesiabelum mampumenerjemahkan wahyu pertama dalam kehidupan sehari-hari. Di belahan laindunia Islam, kondisinya lebih baik. Di Indiadan Iran misalnya. Di keduanegara tersebut tradisi keilmuan yang memang telah lama mengakar teruslestari hingga kini. Dalam sejarahnya, bangsa Indonesiatidak memilikisatu peradaban dengan tradisi baca-tulis (baca: keilmuan) yang kuat.Dibutuhkan lebih dari sekedar kerja keras untuk menggapai hal itu. NuzululQuran bisa menjadi jawaban untuk semua itu. Dengan merujuk pada Al-Quran,adalah sahih untuk mengatakan bahwa menjadi seorang Muslim yang baikadalah menjadi pembaca yang baik. Semoga momentum Nuzulul Quran rasanyalayak dijadikan pijakan awal transformasi budaya untuk lebih bersahabatdengan bacaan dan tulisan.
Saudara-saudara sekalian yang dirahmati oleh Allah Swt.
Sebagaimana yang telah kita singgung barusan bahwa Surat al-‘Alaq ayat 1-5adalah wahyu verbal pertama yang diterima Nabi saw. Dalam kisah pewahyuanayat-ayat ini, Nabi dikisahkan ‘dipaksa’ oleh malaikat Jibril untukmembaca (iqra’/bacalah! ). Tapi saat itu Nabi merespon dengan menjawab“Saya bukanlah seorang yang bisa membaca”. Ada sebuah analisis menarikdari Tariq Ramadan tentang peristiwa ini. Dia menulis bahwa karena Nabiadalah seorang ummi saat itu Nabi “mengungkapkan ketidakmampuan logis danbila kemudian Nabi mampu membaca hal itu karena spiritualitas yangterkandung di dalam kalimat—‘dengan nama Tuhanmu’—membuka akses terhadapdimensi lain ilmu pengetahuan”.
Setidaknya ada beberapa hal yang menarik untuk dibicarakan. Pertama adalahbahwa Nabi saw., seorang ummi—tentang hal ini ada hikmah tersendiri dalamayat lain—‘dipaksa’ untuk membaca. Hal ini memberikan impresi betapa Islammenekankan pentingnya membaca hingga dipilih seorang ummi, yang dipaksauntuk membaca, untuk menyampaikan pesan-pesannya. Kedua, keharusan untukmenyertakan spiritualitas dan keimanan dalam aktifitas pembacaan itu.Tentu hal itu tidak berarti meminggirkan peran nalar dalam prosespembacaan. Sebaliknya, rasionalitas (baca: ta’aqqul, tadabbur) adalahkomponen utama dalam proses memahami dan menafsirkan ‘bacaan’, namun halini tidak boleh meminggirkan keimanan dan spiritualitas dalam prosesnya.
Selanjutnya, dalam analisis semantik bahasa Arab , pembuangan objek darikata iqra’ memiliki implikasi bahwa objek yang dibaca adalahumum—disamping tentu saja Al-Quran sebagai kitab suci. Karenanya seorangyang beriman pada Al-Quran tidak perlu membatasi materi bacaan selamapembacaannya selalu menyertakan ismi Rabbik. Pada tataran epistemologisfrase bismi Rabbik dapat dilihat sebagai rambu-rambu dalam ‘membaca’.Pembacaan tanpa menggunakan ismi Rabbik, katakanlah seperti filsafatsekuler—jika istilah ini disetujui, dapat melahirkan proses dan hasil yangberbeda dengan hasil pembacaan yang, sebutlah, Islami. Untuk sekedarmenyebut contoh, bagi seorang rasionalis keraguan adalah metodeepistemologis yang valid untuk mencapai kebenaran. Tapi hal ini ditolakoleh Al-Quran (10:36). Perintah membaca pada ayat pertama surat Al-‘Alaqdilanjutkan dengan isyarat terhadap pentingnya tulisan pada ayat keempatdan kelima. Tentang kaitan antara ayat 3-4 dan ayat sebelumnya, Al-Biqa’imenyatakan bahwa Allah mengajarkan pada Nabi saw. sekalipun saat itubeliau adalah seorang ummi sebagaimana Allah mengajarkan ilmu pada orangbodoh dengan pena. Disini terdapat penekanan terhadap pentingnya penulisansebagai sarana transmisi ilmu yang dalam Islam mendapat tempat yangtinggi. Diantaranya adalah harus tersedianya sumber buku di Negara kita.
Dalam hal ini, berdasarkan data dari Intenational Publisher AssociationKanada, produksi perbukuan paling tinggi ditunjukkan oleh Inggris, yaitumencapai rata-rata 100 ribu judul buku per tahun. Tahun 2000 saja sebanyak110.155 judul buku. Posisi kedua ditempati Jerman dengan jumlah judul bukuyang diterbitkan pada tahun 2000 mencapai 80.779 judul, Jepang sebanyak65.430 judul buku. Sementara itu, Amerika Serikat menempati urutankeempat. Indonesiapada tahun 1997 pernah menghasilkan limaribuan judulbuku. Tetapi, tahun 2002 tercatat hanya 2.700-an judul. Sangat jauhapabila dibandingkan dengan produksi penerbitan buku tingkat dunia.
Belum lagi jika kita hendak kaitkan dengan angka rasio doktoral di setiapNegara, Almarhum Nurcholish Madjid pernah menyanyangkan rendahnya kualitasSDM bangsa kita di banding bangsa-bangsa lainnya, terutama daribangsa-bangsa Barat. Kita lihat saja, berdasarkan data internasional atasangka rasio doktoral di setiap Negara dihitung per-satu juta kepala, yaitudiantaranya: Mesir dari satu juta penduduk Mesir terdapat 400 doktor,Indiadari satu juta orang India terdapat 600 doktor, Amerika terdapat6.500 doktor, Israel(Yahudi) terdapat 65.000. Sedangkan Indonesia, darisatu juta orang Indonesiahanya ada 75 doktor. Tentu untuk bisa bersaingdengan bangsa-bangsa yang lain kita harus lebih meningkatkan SDM kitakhususnya dalam dunia pendidikan.
Semoga dengan momentum Nuzulul Qur’an ini, kita dapat tergugah untukmeningkatkan kadar membaca kita, tentunya bacaan yang tidak melupakanaspek spiritualitas yang terkandaung dalam kalamt “bismirabbika” tadi.Dengannya kita dapat lebih mendekatkan diri kepada hidayah Allah swt.Sebab apa gunanya ilmu pengetahuan yang kita miliki, jika ia hanya akanmenjauhkan diri kita dari keridlaan Allah swt. Wallahu’alam.
Pada malam hari di bulan ramadhan yang mulia ini, kita tengah memperingatimalam Nuzulul Quran. Di mana “mayoritas” ulama berpendapat bahwa saatditurunkannya wahyu pertama al-Quran yaitu terjadi pada bulan suciramadhan. Hal ini juga diperkuat dengan firman Allah swt dalam suratal-Qadr (1-5).
Sekalipun mayoritas ulama berpendapat turunnya al-Qur’an terjadi padabulan suci Ramadhan, namun hal ini tidak menyampingkan adanya perbedaanpendapat seputar tanggal atau waktu turunnya al-Qur’an tersebut. Ada diantara sahabat Nabi dan ulama yang meriwayatkan bahwa Nuzulul Qur’an terjadi pada tanggal 17 ramadhan, ada pula yang mengatakan 21, dan adapulayang berpendapat tanggal 23, 24 dan seterusnya. Kenapa terjadi perbedaandi antara para sahabat tentang persisnya tanggal Nuzulul Qur’an tersebut.Hal ini dapat dijawab, bahwa memang tidak ada keterangan resmi yang datangdari baginda rosulullah saw mengenai kapan tepatnya tanggal diturunkannya al-Qur’an tersebut. Sehingga semua perkataan dan pendapat yang sempatditulis oleh ulama adalah murni hasil ijtihad dan pendapat para sahabatbelaka. Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari menuliskan, bahwaterdapat kurang lebih 40 pendapat ulama seputar kapan Nuzulul Qur’antersebut.
Dalam sebuah riwayat, pernah dinyatakan bahwa baginda ralulallah sawhendak menyampaikan berita gembira tentang kapan kah tepatnya malam Nuzulul Qur’an atau Lailatul Qadr tersebut. Namun ketika beliau hendakmenyampaikan berita tadi, tiba-tiba terdapat dua orang sahabat yang tengahbertengkar sengit di dalam masjid Nabi, maka melihat kejadian tersebutmaka rasulullah enggan menyampaikan kabar berita tersebut, atau tepatnyakeinginan untuk menyampaikan itu tiba-tiba sirna ketika melihat kejadiantersebut.
Namun demikian, sesungguhnya dengan tidak jadinya rasulallah mengabarkanberita di atas, terdapat hikmah yang laur biasa bagi ummat seluruhnya;yaitu, agar kita senantiasa bersungguh-sungguh mencari kapan tepatnyamalam tersebut tiba. Dengan tidak adanya kabar yang pasti tentang malam Nuzulul Qur’an ini, seharusnya membuat kita tidak bermalas-malas dalammencari anugerah malam tersebut. Justru dikhawatirkan jika kita telahmengetahui pasti waktu malam Nuzulul Qur’an tersebut, malah kita hanya mengandalkan hari itu untuk beribadah kepada Allah, sementara padawaktu-waktu lainnya kita tinggalkan tanpa nilai ibadah sedikitpun. Tentuhal ini amat sangat bertolak belakang dengan semangat ramadhan yangmerupakan bulan yang tidak hanya menuntut keimanan kita, namun jugakeihlasan hati kita untuk beribadah selama satu bulan penuh, atau dalambahasa agamanya biasa kita kenal dengan istilah “al-iman wa al-ihtisab.”
Lalu bagaimana sejarahnya, kenapa kita dan khususnya masyarakat muslimIndonesiamemperingati Nuzulul Qur’an ini pada tanggal 17 ramadhan sepertisaat sekarang.? Ternyata jika kita membaca sejarah bangsa kita, peringatanNuzulul Qur’an yang jatuh pada tanggal 17 ramadhan ini tidak lepas darigagasan H. Agus salim dan persetujuan Bung Karno (Presiden RI pertama).Seperti yang kita maklum bahwa bangsa kita mendeklarasikan kemerdekaannyapada tanggal 17 Agustus 1945, Maka sebagai rasa syukur yang tiadaterhingga atas nikmat kemerdekaan ini pula, maka perayaan Nuzulul Qur’andisamakan tanggalnya yaitu sama-sama mengambil angka 17 bulan ramadhan.Seakan-akan para fouding fathers kita hendak mengatakan bahwa, mensyukurinikmat kemerdekaan, tidak kalah dengan mensyukuri nikmat turunnyaal-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman ummat Islam. Maka mulai saat itu-di zaman Bung Karno- sampai sekarang peringatan nuzulul Qur’an senantiasadiperingati di istana Negara pada tanggal 17 ramadhan dan kerap diikutioleh sebagian besar ummat muslim di Indonesia. Untuk lebih detailnyasilakan dilihat sebuah buku “Bung Karno dan Wacana Islam” (Kenangan 100Tahun Bung Karno)
Saudara-saudara sekalian yang dimuliakan oleh Allah swt.
Sebetulnya jika kita telusuri keterangan yang berasal dari Hadits nabiMuhammad, bulan suci ramadhan ini tidak hanya dikhususkan bagi turunnyaal-Qur’an saja. Namun juga bagi kitab-kitab ummat yang terdahulu, seperti,Injil, Taurat, Zabur dan Shuhuf Ibarahim, seluruhnya Allah turunkan dibulan suci ramadlan ini. Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam AhmadRA:
“ Shuhuf Ibrahim diturunkan pada awal bulan ramadhan, kemudian Tauratpada tujuh bulan ramadlan, lalu Injil pada 13 ramadlan, sedangkanal-Qur’an pada 25 ramadlan.”
Sekalipun seluruh kitab-kita samawi itu sama-sama diturunkan pada bulansuci ramadhan, namun terdapat beberapa kelebihan al-Qur’an di bandingkitab-kitab yang lainnya. Paling tidak kelebihan tersebut dapat dilihatdalam beberapa hal:
1. Bahwa seluruh kitab-kitab samawi Allah turunkan secara sekaligus,sedangkan al-Qur’an Allah turunkan secara berangsur-angsur.2. Seruan atau petunjuk yang terdapat dalam kitab-kitab samawi terbataspada ummat saat kitab tersebut diturunkan, sedangkan al-Qur’an petunjukdan seruannya tidak terbatas pada saat al-Qur’an itu diturunkan, namunmencakup seluruh manusia sampai dengan hari kiamat, bahkan termasuk jugabangsa Jin.3. Seluruh kitab-kitab samawi tersebut mengalami pemalsuan, distorsi,bahkan hilang sama sekali dari muka dunia, sampai-sampai sekarang kitatidak dapat melihat wujud aslinya, sedangkan al-Qur’an terjaga dari segalabentuk pemalsuan dan penyelewengan seperti di atas.
Terdapat suatu riwayat menerangkan (baca: kitab Muwafaqat, Imam Syatibi,Kitab Maqasid. H. 42), kenapa kitab-kitab samawi mengalami penyelewenganatau pemalsuan sedangkan al-Qur’an terjaga dari semua hal itu. Makadijawab oleh Qadhi Abu Ishaq Ismail bin Ishaq, bahwa berkenaan dengankitab-kitab terdahulu kenapa sempat terjadi pemalsuan dan penyelewengan,hal itu karena Allah berfirman dalam al-Qur’an: “Sebagaimana Allahmemerintahkan mereka untuk menjaga Kitab Allah (Al-Maidah: 44). Ayat inimengandung pengertian bahwa, keutuhan dan keotentikan kitab suci mereka“murni” tergantung pada usaha mereka untuk menjaganya. Sedangkan padaal-Qur’an Allah tidak berkata demikian, akan tetapi “ Sesungguhnya Kamitelah turunkan al-Qur’an dan Kami pula yang akan menjaganya” (al-Hijr: 9).Artinya, keutuhan dan keotentikan Al-Qur’an tidak semata-mata murni usahamanusia atau umat muslim saja, namun juga terdapat interfensi Allah Swtatasnya. Maka sangat wajar, jika sesuatu yang dilandaskan pada kekuatanyang berasal dari Allah sendiri, akan berbeda dengan kekuatan yang hanyaberasal dari manusia saja.4. Kelebihan “surat” al-Quran atas “surat-surat” kitab terdahulu. Paraulama tafsir berkata: “Al Quran lebih unggul dari kitab-kitab samawilainnya sekalipun semuanya turun dari Allah, dengan beberapa hal,diantaranya: jumlah suratnya lebih banyak dari yang ada pada semuakitab-kitab yang lain. Telah disebutkan dalam sebuah hadis bahwa Nabikita Muhammad saw. diberi kekhususan dengan surat Al-Faatihah dan penutupsurat Al-Baqarah. Di dalam Musnad Ad Darimi disebutkan, dari Abdullah binMas’ud ra. ia berkata: “Sesungguhnya Assab’uthiwal (Tujuh surat panjangdalam Alquran; Al-Baqarah, Ali-Imran, An-Nisaa,, Al-A’raaf, Al-An’aam,Al-Maa-idah dan Yunus) sama seperti taurat, Al-Mi’in (Surat-surat yangberisi kira-kira seratus ayat lebih, seperti Hud, Yusuf, Mu’min dan lainsebagainya) sama seperti Zabur dan Al-Matsani (Surat-surat yang berisikurang dari seratus ayat. Seperti, Al-Anfaal, Al-Hijr dan lainsebagainya) sama dengan kitab Injil. Dan sisanya merupakan tambahan”.Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Thabrani, dari Wasilah bin Al-Asqa, bahwaRasulullah saw. bersabda: “Telah diturunkan kepadaku Assab’uthiwal sebagaiganti yang ada pada Taurat. Diturunkan kepadaku Al Mi’in sebagai gantiyang ada pada Zabur. Diturunkan kepadaku Al Matsani sebagai ganti yang adapada Injil, dan aku diberi tambahan dengan Al Mufashshal (surat-suratpendek).Saudara-saudara sekalian yang dirahmati oleh Allah Swt.
Sebagaimana tema kita yaitu, apa urgensi al-Qur’an dalam Kehidupan Muslim.Namun sebelumnya perlu saya sampaikan bahwa sekalipun isi al-Quran banyakmenceritakan tentang kisah-kisah ummat terdahulu, akan tetapi al-Qur’anbukanlah kitab sejarah, atau sekalipun al-Qur’an sering menggambarkan alamkosmos beserta galaksinya, akan tetapi al-Quran tidak dapat kita sebutsebagai kitab astronomi. Atau sekalipun al-Quran sering mengupas tentangbentuk penciptaan manusia secara detail dan juga penciptaan alam raya ini,akan tetapi al-Quran bukanlah kitab pengetahuan Alam atau fisika.Melainkan yang tepat adalah al-Quran sebagai kitab hidayah atau petunjukbagi seluruh alam. Jadi sekiranya terdapat cerita atau gambaran tentanghal-hal yang bertalian dengan geografi, sejarah, fisika, kedokteran danlain-lain, hal tersebut hanyalah berfungsi sebagai bukti dan penjelasanuntuk mencapai kepada satu tujuan hidayah yang Allah maksud tadi. Makadari itu, terdapat beberapa syarat agar kita dapat menemukan hidayat yangdimaksud oleh Allah swt dalam kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an.
Yang pertama: Kita harus terlebih dahulu membaca al-Quran tersebut secaraseksama, hal ini sebagaimana pesan wahyu pertama dalam surat al-Alaq, yangberbunyi (Iqra’) atau bacalah.!
Yang kedua: Kita harus memahami isi dan kandungan yang terdapat dalamsurat dan ayat yang kita baca tadi. Hal ini disebabkan membaca saja tidakcukup untuk mengetahui rahasia kandungan dan maksud yang Allah maksuddalam al-Qur’an tersebut.
Yang ketiga: Setelah kita memahami isi dan kandungan al-Qur’an barulahkita mengajarkan kepada orang lain, agar orang lain pun dapat membaca danmemahami al-Quran secara baik. Sebagaimana hadits nabi yang diriwatkanoleh Usman bin Affan ra. dari Nabi saw. ia bersabda; “Sebaik-baik kalianadalah yang belajar Alquran dan mengajarkannya kepada oranglain”.(Bukhari) . Al hafiz Ibnu Katsir dalam kitabnya Fadhail Quran halaman126-127 berkata: Maksud dari sabda Rasulullah saw. “Sebaik-baik kalianadalah orang yang belajar Alquran dan mengajarkan kepada orang lain”adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti danmeneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri danmenyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yangterbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain.
Yang keempat: Mengamalkan ajaran dan kandungan yang terdapat dalamal-Qur’an. Pada tahap pengamalan inilah yang sangat berat, sebabpengetahuan yang didapat akan tidak berguna jika tidak dibarengi denganpengamalan dalam prilaku dan perangai kita setiap harinya.
Saudara-saudara sekalian yang dirahmati oleh Allah swt.
Dari keempat syarat ini barulah al-Qur’an akan dapat dirasakan manfaatnyaoleh kita semua, oleh sebab al-Quran merupakan kitab petunjuk/hidayah.Apalagi jika kita benturkan dengan kebutuhan hidup saat ini. Di manasetiap orang dengan segala kemajuan dan kecanggihan yang dicapai olehmanusia, justru malah mereka mencari suatu sistem nilai yang mereka anggapabsolut. Kita sebagai ummat Islam tentu tidak perlu lagi meragukan apalagimencari-cari sistem nilai lagi kecuali pada al-Qur’an itu sendiri. Perludicatat bahwa kemunduran ummat Islam bukan terletak pada inti ajaranal-Qur’an atau disebabkan ummat Islam setia pada ajaran al-Qur’annya,sehingga alam pikir dan daya kreatifitas mereka terhambat oleh al-Qur’an,akan tetapi justru dikarenakan faktor budaya dan ummat Islam malah sedikitdemi sedikit telah menjauhkan dari al-Qur’an.
Satu contoh, sangat ironis memang, di saat ajaran al-Quran menganjurkankepada ummatnya untuk membaca, namun kenyataannya Negara dan ummat yangterbesar buta hurufnya justru adalah ummat Islam. Dapat kita lihat pula,terkait dengan minat baca umat Islam Indonesia, dan orang Indonesiasecaraumum sangatlah lemah. Namun sebagai negara dengan penduduk beragama Islamterbesar di dunia, adalah ironis bahwa Muslim Indonesiabelum mampumenerjemahkan wahyu pertama dalam kehidupan sehari-hari. Di belahan laindunia Islam, kondisinya lebih baik. Di Indiadan Iran misalnya. Di keduanegara tersebut tradisi keilmuan yang memang telah lama mengakar teruslestari hingga kini. Dalam sejarahnya, bangsa Indonesiatidak memilikisatu peradaban dengan tradisi baca-tulis (baca: keilmuan) yang kuat.Dibutuhkan lebih dari sekedar kerja keras untuk menggapai hal itu. NuzululQuran bisa menjadi jawaban untuk semua itu. Dengan merujuk pada Al-Quran,adalah sahih untuk mengatakan bahwa menjadi seorang Muslim yang baikadalah menjadi pembaca yang baik. Semoga momentum Nuzulul Quran rasanyalayak dijadikan pijakan awal transformasi budaya untuk lebih bersahabatdengan bacaan dan tulisan.
Saudara-saudara sekalian yang dirahmati oleh Allah Swt.
Sebagaimana yang telah kita singgung barusan bahwa Surat al-‘Alaq ayat 1-5adalah wahyu verbal pertama yang diterima Nabi saw. Dalam kisah pewahyuanayat-ayat ini, Nabi dikisahkan ‘dipaksa’ oleh malaikat Jibril untukmembaca (iqra’/bacalah! ). Tapi saat itu Nabi merespon dengan menjawab“Saya bukanlah seorang yang bisa membaca”. Ada sebuah analisis menarikdari Tariq Ramadan tentang peristiwa ini. Dia menulis bahwa karena Nabiadalah seorang ummi saat itu Nabi “mengungkapkan ketidakmampuan logis danbila kemudian Nabi mampu membaca hal itu karena spiritualitas yangterkandung di dalam kalimat—‘dengan nama Tuhanmu’—membuka akses terhadapdimensi lain ilmu pengetahuan”.
Setidaknya ada beberapa hal yang menarik untuk dibicarakan. Pertama adalahbahwa Nabi saw., seorang ummi—tentang hal ini ada hikmah tersendiri dalamayat lain—‘dipaksa’ untuk membaca. Hal ini memberikan impresi betapa Islammenekankan pentingnya membaca hingga dipilih seorang ummi, yang dipaksauntuk membaca, untuk menyampaikan pesan-pesannya. Kedua, keharusan untukmenyertakan spiritualitas dan keimanan dalam aktifitas pembacaan itu.Tentu hal itu tidak berarti meminggirkan peran nalar dalam prosespembacaan. Sebaliknya, rasionalitas (baca: ta’aqqul, tadabbur) adalahkomponen utama dalam proses memahami dan menafsirkan ‘bacaan’, namun halini tidak boleh meminggirkan keimanan dan spiritualitas dalam prosesnya.
Selanjutnya, dalam analisis semantik bahasa Arab , pembuangan objek darikata iqra’ memiliki implikasi bahwa objek yang dibaca adalahumum—disamping tentu saja Al-Quran sebagai kitab suci. Karenanya seorangyang beriman pada Al-Quran tidak perlu membatasi materi bacaan selamapembacaannya selalu menyertakan ismi Rabbik. Pada tataran epistemologisfrase bismi Rabbik dapat dilihat sebagai rambu-rambu dalam ‘membaca’.Pembacaan tanpa menggunakan ismi Rabbik, katakanlah seperti filsafatsekuler—jika istilah ini disetujui, dapat melahirkan proses dan hasil yangberbeda dengan hasil pembacaan yang, sebutlah, Islami. Untuk sekedarmenyebut contoh, bagi seorang rasionalis keraguan adalah metodeepistemologis yang valid untuk mencapai kebenaran. Tapi hal ini ditolakoleh Al-Quran (10:36). Perintah membaca pada ayat pertama surat Al-‘Alaqdilanjutkan dengan isyarat terhadap pentingnya tulisan pada ayat keempatdan kelima. Tentang kaitan antara ayat 3-4 dan ayat sebelumnya, Al-Biqa’imenyatakan bahwa Allah mengajarkan pada Nabi saw. sekalipun saat itubeliau adalah seorang ummi sebagaimana Allah mengajarkan ilmu pada orangbodoh dengan pena. Disini terdapat penekanan terhadap pentingnya penulisansebagai sarana transmisi ilmu yang dalam Islam mendapat tempat yangtinggi. Diantaranya adalah harus tersedianya sumber buku di Negara kita.
Dalam hal ini, berdasarkan data dari Intenational Publisher AssociationKanada, produksi perbukuan paling tinggi ditunjukkan oleh Inggris, yaitumencapai rata-rata 100 ribu judul buku per tahun. Tahun 2000 saja sebanyak110.155 judul buku. Posisi kedua ditempati Jerman dengan jumlah judul bukuyang diterbitkan pada tahun 2000 mencapai 80.779 judul, Jepang sebanyak65.430 judul buku. Sementara itu, Amerika Serikat menempati urutankeempat. Indonesiapada tahun 1997 pernah menghasilkan limaribuan judulbuku. Tetapi, tahun 2002 tercatat hanya 2.700-an judul. Sangat jauhapabila dibandingkan dengan produksi penerbitan buku tingkat dunia.
Belum lagi jika kita hendak kaitkan dengan angka rasio doktoral di setiapNegara, Almarhum Nurcholish Madjid pernah menyanyangkan rendahnya kualitasSDM bangsa kita di banding bangsa-bangsa lainnya, terutama daribangsa-bangsa Barat. Kita lihat saja, berdasarkan data internasional atasangka rasio doktoral di setiap Negara dihitung per-satu juta kepala, yaitudiantaranya: Mesir dari satu juta penduduk Mesir terdapat 400 doktor,Indiadari satu juta orang India terdapat 600 doktor, Amerika terdapat6.500 doktor, Israel(Yahudi) terdapat 65.000. Sedangkan Indonesia, darisatu juta orang Indonesiahanya ada 75 doktor. Tentu untuk bisa bersaingdengan bangsa-bangsa yang lain kita harus lebih meningkatkan SDM kitakhususnya dalam dunia pendidikan.
Semoga dengan momentum Nuzulul Qur’an ini, kita dapat tergugah untukmeningkatkan kadar membaca kita, tentunya bacaan yang tidak melupakanaspek spiritualitas yang terkandaung dalam kalamt “bismirabbika” tadi.Dengannya kita dapat lebih mendekatkan diri kepada hidayah Allah swt.Sebab apa gunanya ilmu pengetahuan yang kita miliki, jika ia hanya akanmenjauhkan diri kita dari keridlaan Allah swt. Wallahu’alam.
0 komentar : on " Makna Malam Nuzulul Qur'an "
Post a Comment